Pages

Ads 468x60px

Minggu, 30 Oktober 2011

MASYARAKAT MULTIKULTURAL


1.    Konsepsi tentang Masyarakat Multikultural
Masyarakat multikultural atau majemuk adalah kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan yang berkenaan dengan tingkat diferensiasi dan stratifikasi sosialnya.
a.      J.S. furnivall (1967)

Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komonitas yang secara kultural dan ekonomi terpisah-pisah serta  memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya.
Menurut ilmuwan ini, berdasarkan konfigurasi dan komonitas etisnya. Dibedakan sebagai berikut :
1.      Masyarakat majemuk dengan komposisi seimbang
2.      Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan
3.      Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan
4.      Masyarakat majemuk dengan fragmentasi

b.      Nasikun (2004)

Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang menganut berbagai sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakatnya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat, homogenitas kebudayaan, dan dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.













c.       Pieere L. Van den berghe (Nasikun, 2004: 40-41)

Ilmuwan ini menyebutkan beberapa karakteristik yang merupakan sifat-sifat dari masyarakat multikultural :

1.      Terjadi segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2.      Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer.
3.      Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota-anggotanya.
4.      Secara relatif sering sekali mengalami konflik antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya.
5.      Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
6.      Adanya dominasi politik suatu kelompok atas kelompok lainnya.

d.       Clifford Geertz (1973 105-157)

Masyarakat majemuk merupakan sebagai masyarakat pluralistik. Masyarakat yang ditandai oleh ikatan yang diartikan sebagai penandaan atau pencitraan yang sebenarnya diciptakan oleh masyarakat, namun dianggap sebagi pemberian Tuhan sejak manusia diciptakan.
Menurut ilmuwan ini sedikitnya ada 5 pencitraan :
1.      Ras
2.      Bahasa
3.      Daerah atau wilayah geografis
4.      Agama
5.      Budaya












2.    Masyarakat Indonesia yang Multikultural

a.      Secara Horizontal (diferensiasi)

1.      Perbedaan fisik atau ras

Di Indonesia terdapat golongan-golongan fisik penduduk sebagai berikut:

● Golongan orang Papua Melanosoid.
    Bermukim di pulau Papua, Kei dan Aru
    Berciri-ciri rambut keriting, bibir tebal, dan berkulit hitam
● Golongan Mongoloid
    Bermukim di sebagian besar kepulauan Indonesia, khususnya di kepulauan
    Sunda besar (kawasan Indonesia Barat)
    Berciri-ciri rambut ikal dan lurus, muka agak bulat, kulit putih hingga
    Sawo matang.
● Golongan Vedoid
    Antara lain orang-orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano, dan Tomura.
    Berciri-ciri bertubuh relatif kecil, kulit sawo matang, dan rambut berombak.

2.      Perbedaan suku bangsa

Suku bangsa atau ethnic group menurut Koentjaraningrat (1990:264) adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa. “Kesatuan Kebudayaan” itu tidak ditentukan oleh orang luar tetapi ditentukan oleh warga kebudayaan itu sendiri.
Suku yang populasinya terbanyak antara lain suku Jawa, Sunda, Dayak, Batak, Minang, Melayu, Aceh, Bali, Manado, dan Makasar. Di samping itu, terdapat pula suku bangsa yang jumlah penduduknya hanya sedikit, misalnya suku Nias, Kubu, Mentawai, Asmat, dan suku lainnya. 









3.      Perbedaan agama

Menurut Durkheim (Koentjaraningrat, 1990: 229-231), alam pikiran manusia pada masa permulaan perkembangan kebudayaan itu belum dapat menyadari suatu paham abstrak tentang “jiwa”. Agama atau realigi berfungsi sebagai penguat solidaritas social.
Menurut E.B Taylor (Kahmad, 2003:24-25) yang mengatakan bahwa awal terbentuknya system realigi adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa yang sifatnya tidak tampak (abstrak) yang merupakan suatu substansi yang berbeda dengan fisik atau jasmani.
Animisme dan dinamise merupakan kepercayaan yang paling tua dan berkembang sejak zaman prasejarah, sebelum bangsa Indonesia mengenal tulisan.

4.      Perbedaan jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin adalah suatu yang sangat alami. Perbedaan yang seperti ini tidak menunjukan adanya  tingkatan atau perbedaan kedudukan dalam system social. Anggapan superior bagi laki-laki dan inferior bagi perempuan adalah tidak benar. Masing-masing mempunyai peran dan tanggung jawab yang saling membutuhkan dan melengkapi.

b.      Secara Vertikal (Stratifikasi)

Perbedaan secara vertical adalah perbedaan individu atau kelompok dalam tingkatan-tingkatan secara hierarki. Maksudnya adalah individu atau kelompok tersebut ditempatkan dalam kelas-kelas yang berbeda-beda tingkatannya dalam suatu system social.
Keanekaragaman dalam tingkat atau kelas social ini disebabkan oleh adanya sifat dalam setiap anggota masyarakat yang menghargai atau menjungjung tinggi sesuatu. Hal-hal yang dihargai dan dijunjung tinggi itu berkenaan dengan barang-barang kebutuhan, kekuasaan dalam masyarakat, keturunan, dan pendidikan tertentu yang dapat dicapai seseorang.




3.  Latar Belakang Kemajemukan Bangsa Indonesia

a.     Latar Belakang Hisoris

Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Cina bagian selatan. Bangsa Melayu yang dating ke Indonesia diperkirakan menyebar melalui dua rute. Yakni rute barat yaitu melalui Sumatra dan rute timur melalui Sulawesi. Perbedaan rute penyebaran yang ditempuh ini melahirkan keragaman budaya di Indonesia karena masing-masing harus beradaptasi dengan lingkungan baru.

b.     Kondisi Geografis

Indonesia adalah negara yang terdiri atas pulau-pulau yang satu sama lain dihubungkan oleh laut dangkal yang sangat potensial. Perbedaan-perbedaan lainnya menyangkut curah hujan, suhu dan kelembaban udara, jenis tanah, tata air, serta flora dan fauna yang berkembang di atasnya.

Perbedaan kondisi geografis ini telah melahirkan berbagai suku bangsa, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi mereka dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut, misalnya nelayan, pertanian, kehutanan, perdagangan, dan lain-lain.

Lingkungan fisik geografis tidak menentukan kehidupan manusia, tetapi hanya memberikan corak kebudayaannya saja.

c.      Keterbukaan Terhadap Budaya Luar

Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di wilayah Indonesia. Daerah-daerah yang relative terbuka, khususnya daerah pesisir, paling cepat mengalami perubahan. Sedangkan daerah-daerah yang terletak jauh dari pantai umumnya hanya terpengaruh sedikit, sehingga berkembang corak kebudayaan yang khas pula.




4.    Masalah Yang Timbul Akibat Keanekaragaman Dan Perubahan Kebudayaan

1.     Konflik

Masyarakat Indonesia yang multicultural dapat disebut kurang menguntungkan sebab struktur social yang majemuk ini tentu memiliki perbedaan dalam hal persepsi, selera, nilai, norma, dan sebagainya sehingga berpotensi terjadi konflik. Hal-hal inilah yang dapat menghambat terciptanya intergrasi nasional yang diidam-idamkan. Konflik terjadi apabila unsure-unsur yang saling menyesuaikan diri satu sama lain.


Macam-macam konflik social yang timbul di masyarakat dibedakan menjadi :


a.    Berdasarkan Tingkatan

1).  Konflik tingkat ideologi atau gagasan

      Konflik ini berupa perbedaan pengertian atau pandangan tentang hal yang bersifat dasar di antara kelompok-kelompok, golongan-golongan, atau kelas-kelas social. Dalam kehidupan sehari-hari, konflik tingkat ideologis tumpang tindih dengan keanggotaan agama dan suku bangsa, sehingga bias juga terjadi konflik antara suku bangsa yang hidup secara berdampingan.

2).  Konflik tingkat pribadi

      Konflik ini terjadi dalam bentuk pertentangan di dalam pembagian status social, kekuasaan, dan sumber-sumber ekonomi. Konflik ini ditandai dengan adanya aksi protes atau unjuk rasa, kerusuhan, hingga konflik bersenjata.







b.   Berdasarkan Jenis

1).  Konflik rasial

      Pertentangan rasial terjadi karna adanya perbedaan dalam diri setiap individu, dan perbedaan dan benturan dalam hal social, ekonomi, politik atau karena jumlah ras tertentu lebih banyak dari ras lainnya.

2).  Konflik antar suku bangsa

      Perbedaan antar suku bangsa antara lain terlihat dalam hal bahasa yang digunakan, adat istiadat dalam pergaulan sehari-hari, kesenian yang dikembangkan. Hal-hal tersebut sering mendatangkan konflikantar suku.


3).  Konflik antaragama

      Keanekaragaman agam yang dianut oleh berbagai kelompok masyarakat seringkali mendatangkan perbedaan-perbedaan, baik dalam cara berpakaian, bergaul, peribadatan, adat pernikahan, hukum waris, kesenian, dan atribut-atribut keagamaan lainnya.




















2.     Integrasi

      Maurice Duverger mengidentifikasikan integrasi sebagai di bangunnya interdependensi (kesalingtergantungan) yang lebih rapat antara bagian-bagian dari organisme hidup antara anggota-anggota di dalam masyarakat. Jadi, di dalam integrasi terjadi penyatuan atau mempersatukan hubungan anggota-anggota masyarakat yang di anggap harmonis.

      Mengintegrasikan kelompok-kelompok masyarakat bukan berarti menghilangkan keanekaragaman itu, bahkan idealnya integrasi adalah penyatuan bangsa Indonesia yang tetap menjaga keanekaragaman fisik dan social budaya sebagai bagian dari kekayaan bagsa Indonesia.

      Proses  integrasi social di dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik apabila masyarakat betul-betul memperhatikan factor-faktor social yang memengaruhi kehidupan social mereka dan menentukan arah kehidupan masyarakat menuju integrasi social. Selain itu, diperlukan beberapa kekuatan fungsional dan relavan yang dapat mempertahankan integrasi dalm kelompok.

      Menurut R. William Lidle (1970), integrasi masyarakat yang kokoh akan terjadi apabila :   

a.       Sebagai besar anggota suatu masyarakat sepakat tentang batas-batas territorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik.
b.      Sebagai besar anggota suatu masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan dari proses-proses politik dan social yang berlaku bagi seluruh masyarakat di seluruh wilayah negara tersebut.
Faktor-faktor yang mendukung integrasi social di Indonesia antara lain :
a.       Penggunaan bahasa Indonesia
b.      Adanya semangat persatuan dan kesatuan dalam satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air Indonesia.
c.       Adanya jiwa dan semangat gotong-royong yang kuat serta rasa solidaritas dan toleransi keagamaan yang tinggi.
d.      Adanya kepribadian dan pandangan hidup kebangsaan yang sama
e.       Adanya rasa senasib sepenanggungan akibat penjajahan yang diderita cukup lama oleh seluruh suku bangsa di Indonesia.


3.     Disintegrasi

      Disintegrasi atau disorganisasi adalah suatu keadaan ketika tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kesatuan. Disorganisasi tidak semata-mata terjadi karena pertentangan-pertentangan yang meruncing seperti misalnya peperangan, tetapi dapat pula terjadi akibat terhambatnya lalu-lintas komunikasi atau berfungsinya seluruh komponen organisasi tersebut
.
      Suatu disorganisasi atau disintegrasi mungkin dapat dirumuskan sebagi suatu proses memudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.

      Ada beberapa gejala awal disintegrasi atau disorganisasi social, antara lain sebagai berikut :

1.      Tidak adanya persamaan pandangan (persepsi) antara anggota masyarakat mengenai tujuan semula dijadikan pegangan atau patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.

2.      Norma-norma masyarakat tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai alat pengendalian social untuk mencapai tujuan masyarakat.


3.      Terjadi pertentangan antara norma-norma yang ada di dalam masyarakat.

4.      Sanksi yang diberikan kepada mereka yang melanggar norma tidak dilaksanakan secara konsisten.


5.      Tindakan-tindakan para warga masyarakat tidak lagi sesuai dengan norma-norma masyarakat.

6.      Terjadinya proses social yang bersifat disosiatif, seperti persaingan, pertentangan, ataupun kontrovensi seperti menghasut, memfitnah, mengganggu, melakukan psy-war (perang urat syaraf), dan bentuk kontrovensi lainnya.



4.     Reintegrasi

            Reorganinasi atau reintgrasi adalah suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan. Reintegrasi dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai baru tersebut telah melembaga (institutionalized) dalamdiri warga masyrakat.


Efektivitas menanam adalah hasil positif penggunaan tenaga manusia, alat, organisasi, dan metode di dalam menanam lembaga baru. Semakin besar kemampuan tenaga manusia, alat-alat yang dipakai organisasi, dan tertibnya system penanaman sesuai dengan kebudayaan masyarakat, semakin besar pula hasil yang dapat dicapai oleh usaha penanaman lembaga baru tersebut.

      Akan tetapi, setiap usaha untuk menanamkan suatu unsure yang baru pasti akan mengalami reaksi dari beberapa golongan masyarakat yang merasa dirugikan. Kekuatan menentang masyarakat itu mempunyai dampak negative terhadap kemungkinan berhasilnya proses pelembagaan.

      Berdasarkan hubungan timbale balik antara kedua factor yang berpengaruh positif dan negative itu, orang dapat menambah kelancaran proses pelembagaan dengan memperbesar efektivitas menanam dan mengurangi kekuatan menetang masyarakat. Perlu pula di perhatikan bahwa penggunaan kekerasaan untuk mengurangi kekuatan menetang masyarakat biasanya malah lebih memperbesar kekuatan tersebut.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar