Pages

Ads 468x60px

Minggu, 30 Oktober 2011

Evaluasi Kebebasan Pers


Pada era reformasi, keadaan berubah sedemikian cepat. Pada saat itu keterbukaan informasi mulai terjadi. Pers bebas memberitakan segala tindak-tanduk pemerintah, khususnya setelah UU Nomor 40/tahun 1999 ditetapkan. Ketentuan mengenai SIUPP pun tidak berlaku. Departemen Penerangan dibubarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Masyarakat pun menjadi sebagian pers.
Sekarang permasalahannya bagaimana seharusnya hubungan antara pers dan pemerintah?
                                                              Pers


                         Masyarakat                                          Pemerintah

1.      Perbedaan Pers Liberal dan Pers Pancasila
Dalam teori liberalisme, termasuk liberalisme yang telah mengalami berbagai reformasi seperti keadaan sekarang di negara-negara industry barat, pers merupakan lembaga otonom, independendengan tugas pokok penjaga atau pengontrol pemerintah. Semangatnya ditafsirkan sebagai semangat saling curiga dan bermusuhan. Hal itu nampak karna memakai bahasa lugas dan kata-kata langsung. Kondisi ini tidak terlepas dari system budaya yang berlaku di dunia barat.
Dinegara kita tentu tidak harus seperti itu. Hubungan pers dan pemerintah dalam system pemerintah dalam system demokrasi Indonesia dewasa ini bukanlah tunduk, tetapi juga tidak bermusuhan. Akan tetapi, lazim disebut dengan partnership, interaksi positif, atau interaksi konstruktif.

2.      Perilaku Ganda Pers
Pers dapat berperan positif terhadap penyelesaian masalah atau konflik di masyarakat, tetapi pers juga dapat menimbulkan masalah melalui berita yang diinformasikannya. Hal ini bagaikan dua sisi mata uang. Bahkan, ada segelintir oknum pers yang menggunakan posisinya untuk mengancam, mengintimidasi, atau memeras sumber berita selain mencari berita. Itulah sebabnya, sekalipun dalam posisi hubungan baik, hubungan seiring dan hubungan positif, control dan koreksi tetap menjadi salah satu tugas pers yang penting.
3.      Pengendalian Pers Oleh Pemerintah
Salah satu dari prinsip yang diakui oleh semua negara demokrasi adalah bahwa campur tangan pemerintah dalam bentuk sensor, prasensor, izin wajib untuk media cetak, pembatasan import produk media dari luar negeri, atau pelarangan pers secara administrative, dianggap sebagai pelanggaran-pelanggaran pada hal-hal kebebasan menyatakan pendapat dan informasi.
Pada masa orde baru, pengendalian pemerintah terhadap pers tampak dalam beberapa hal antara lain :
a.       Untuk memasuki sector industry media massa, pemberian SIUUP bagi para pelaku bisnis dilakukan secara selektif berdasarkan criteria politik tertentu.
b.      Kontrol terhadap individu dan kelompok pelaku profesional (wartawan) melalui mekanisme seleksi dan ketentuan (menjadi anggota PWI)
c.       Kontrol terhadap sumber daya, antara lain berupa norma kertas oleh pihak yang memiliki kedekatan dengan penguasa
d.      Kontrol terhadap akses ke pers, berupa pencekalan terhadap tokoh-tokoh oposan tertentu agar tidak tampil dalm pemberitaan pers.
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan batasan-batasan terhadap semua sikap dan perilaku antara masyarakat, pers, dan pemerintah. Misalnya, masyarakat dibatasi dengan nilai dan norma hokum sebagai warga negara, pers dibatasi dengan kode etiknya, dan pemerintah dibatasi dengan seluruh masyarakat, termasuk pers.
Semua pihak senang manakala isi pers menyangkut yang baik, yang memuji, menunjang yang positif. Persoalan timbul jika isi pers mengandung kritik, koreksi kontrol dan hal-hal yang negative apabila kritik secara terbuka.
Perlu disepakati bersama, bahwa hubungan pers dam pemerintah dalam system pemerintahan Indonesia, memperbolehkan, bahkan menganjurkan berlakunya peranan kontrol dan koreksi. Artinya, pers dapat mengemukakan hal-hal yang benar terjadi dan benar, sekalipun informasi pers mengandung hal-hal negative dan menyampaikan kritik serta koreksi. Namun, ketika memasuki kritiknya secara terbuka, maka masuk akal bila dalam kawasan ini akan selalu ada persoalan.





Dampak Menyalahgunakan Kebebasan Media Massa
Buah kebebasan pers adalah ketika pemerintah menghapus peraturan yang menghapuskan setiap orang atau kelompok untuk memperoleh izin sebelum dapat mencetak surat kabar. Akibatnya, ratusan tabloid dan Koran tumbuh dalam waktu singkat dan tidak sedikit di antara penerbitan yang baru menjual kebohongan dan cerita-cerita jahat. Namun, beberapa diantaranya gulung tikar setelah ditinggal pembacanya.
Kebebasan yang telah dibuka oleh pemerintah merupakan dambaan masyarakat khususnya insan pers untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya secara cepat dan tepat. Namun, dibalik itu semua ada oknum-oknum tertentu yang menyalahgunakan kebebasan pers, antara lain sebagai berikut :
a.       Digunakan sebagai alat politik dari oknum tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, dengan mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membiayai pemberitaan tersebut.
b.      Dalam kolom opini/pendapat yang bersumber dari SMS secara lugas orang dapat menyampaikan pendapatnya. Bahkan isinya menghujat seseorang dengan tanpa beban dan tanpa merasa bahwa apa yang ditulis itu dapat merugikan pihak-pihak tertentu.
c.       Media massa elektronik/tv menanyangkan acara yang kadang-kadang jauh dari nilai-nilai pendidikan dan hiburan itu sendiri bahkan bertabrakan dengan norma-norma masyarakat.
d.      Pers digunakan sebagi alat untuk memeras pejabat atau orang kaya yang diduga melakukan KKN untuk tidak memuat dalam media massa dengan imbalan tertentu.
Dampak negative dari penyalahgunaan kebebasan media massa dapat dibedakan secara intern dan ekstern.
Secara Intern
1.      Pers tidak objektif
2.      Ketidaksiapan masyarakat untuk menggunakan hak jawab menimbulkan kejengkelan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers akan melakukan tindakan yang anarkis.
Secara Ekstern
1.      Mempercepat kerusakan akhlak dan moral bangsa
2.      Menimbulkan ketegangan dalam masyarakat
3.      Menimbulkan sikap saling curiga dan perpecahan dalam masyarakat
4.      Menimbulkan sikap antisipati dan kejengkelan terhadap pers
5.      Mempersulit diadakannya islah kelompok masyarakat yang sedang konflik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar